Sabtu malam, 14 Juni 2025 Gedung Daerah Bengkulu tidak hanya menjadi tempat berkumpulnya para pejabat. Malam itu, menjadi saksi lahirnya sebuah gerakan fiskal berbasis aspirasi: Rumah Aspirasi Bantu Rakyat. Gubernur Helmi Hasan memimpin langsung peluncuran acara ini dengan semangat kolaboratif yang kental. Hadir para kepala OPD, akademisi, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat dari berbagai lapisan.
Acara ini bukan sekadar seremonial. Ini bedah nyata isi dompet daerah. Di hadapan publik, Plt. Kepala BPKAD M. Risky Al Fadli dan Kepala Dinas PU Tejo Suroso membuka data dan menyampaikan fakta gamblang dari 1.330 km jalan provinsi, 493 km dalam kondisi rusak. Di sisi lain, APBD Bengkulu hanya sekitar Rp3,1 triliun—jumlah yang terbatas untuk membiayai seluruh kebutuhan dasar seperti jalan, pendidikan, dan kesehatan.
Tantangan makin berat ketika pemerintah pusat melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan PMK Nomor 29 Tahun 2025 memangkas Rp172 miliar dari Dana Alokasi Umum dan DAK Fisik untuk Bengkulu. Tapi Pemprov tidak larut dalam keluhan. Justru menjadi momentum untuk mengatur ulang keuangan daerah secara sehat.
Gubernur Helmi Hasan mengambil langkah berani memangkas belanja seremonial, studi banding, seminar, percetakan, dan perjalanan dinas—pos-pos yang dianggap sebagai “organ tak sehat” dalam APBD. Dana yang berhasil dihemat kemudian direlokasi ke sektor produktif pembangunan jalan dan pelayanan publik yang berdampak langsung ke masyarakat. Hasilnya terbukti. Pada 2024, belanja infrastruktur publik hanya 17%. Tapi berkat reformasi fiskal, angka ini melonjak menjadi 42% pada 2025—melebihi batas minimal 40% yang diamanatkan oleh UU Nomor 1 Tahun 2022. Langkah berani ini bahkan mendapat apresiasi dari Kementerian Dalam Negeri.
Dari kacamata fiskal, yang dilakukan oleh Helmi–Mian adalah contoh nyata fiscal reallocation for impact. Artinya, bukan sekadar mengelola uang tetapi mengalihkan anggaran ke titik-titik yang memiliki daya ungkit tinggi terhadap kesejahteraan rakyat. Meski Bengkulu masih masuk kategori rendah dalam Indeks Kapasitas Fiskal versi Kementerian Keuangan, semangat reformasi dan efisiensi yang dilakukan menunjukkan bahwa dengan perencanaan cermat, pengawasan ketat, dan niat kuat—APBD yang terbatas pun bisa benar-benar bantu rakyat.
Gerakan reformasi fiskal di Bengkulu bukan hanya soal angka, tetapi soal arah. Di tangan pemimpin yang berani memangkas gaya demi karya, fiskal bukan lagi sekadar istilah teknis tapi menjadi alat perjuangan yang menghidupkan harapan. Di tengah fiskal yang ketat, Bengkulu justru menyalakan asa baru APBD yang benar-benar bantu rakyat. Seperti malam peluncuran Rumah Aspirasi, semangat kolaborasi antara pemimpin dan rakyat adalah fondasi Bengkulu yang lebih kuat, sehat, dan berdaulat.
Oleh : Riswan
Direktur Eksekutif Langit Biru Foundation
Mahasiswa PascaSarjana-Perencanaan Pembangunan_*