Provinsi Bengkulu sedang berada di persimpangan penting. Ekonomi tumbuh pesat 4,84% pada Triwulan I 2025, menurut BPS, namun dua “masalah” lama masih menghadang: pendangkalan Pelabuhan Pulau Baai dan jalan provinsi yang belum sepenuhnya mulus. Dua masalah klasik ini ibarat batu kerikil di sepatu—kecil, tapi bikin langkah ekonomi pincang.
Di sisi laut, Pelabuhan Pulau Baai beberapa waktu lalu hanya memiliki kedalaman darurat sekitar –3 hingga –4 meter LWS, padahal alur idealnya harus kembali ke –6,5 meter, bahkan bisa mencapai –12 meter di beberapa titik terdalam. Akibat sedimentasi sekitar 601.576 m³ per tahun, kapal besar sempat menahan napas di bibir pelabuhan, membuat ekspor batu bara, CPO, dan hasil laut ikut “melambat”.
Namun sejak awal Juli 2025, setelah pengerukan intensif, alur kembali terbuka. Dalam 5 hari saja (8–13 Juli 2025), tercatat 39 kapal keluar-masuk—sebuah tanda bahwa pintu ekonomi Bengkulu kembali “bernafas lega”.
Di darat, tantangan tak kalah serius. Pemerintah Provinsi Bengkulu menggelontorkan Rp 500 miliar untuk membangun dan memperbaiki 22 ruas jalan mulai Juli 2025. Targetnya jelas dan ambisius: 80% jalan provinsi harus mulus pada 2025. Itu penting, sebab tanpa jalan yang layak, truk pengangkut kopi, batu bara, dan ikan laut hanya akan jadi beban operasional yang tinggi.
Di tengah dua jalur ini—laut dan darat—Helmi Hasan dengan satu pesan:
“Bengkulu tidak boleh terhambat oleh pasir dan lubang. Laut dibuka, jalan dimuluskan, ekonomi digeber.”
Dengan pelabuhan kembali dalam dan jalan perlahan mulus, Bengkulu akhirnya punya alasan untuk optimis, laju ekonomi bukan lagi harapan, tapi kenyataan yang mulai bergerak pasti.
Oleh : Riswan
OPINI EKONOMI















