Rafflesia arnoldii ditemukan pada 1818 oleh Dr. Joseph Arnold dan Sir Thomas Stamford Raffles, di hutan tropis Sumatra.[2] Bunga ini ditemukan pertama kali di suatu tempat dekat Sungai Manna, Lubuk Tapi, Kabupaten Bengkulu Selatan, sehingga Bengkulu dikenal sebagai Bumi Rafflesia. Seorang pemandu yang bekerja pada Dr. Joseph Arnold yang menemukan bunga raksasa ini pertama kali. Dr. Joseph Arnold sendiri saat itu tengah mengikuti ekspedisi yang dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles. Jadi penamaan bunga Rafflesia arnoldii didasarkan dari gabungan nama Thomas Stamford Raffles sebagai pemimpin ekspedisi dan Dr. Joseph Arnold sebagai penemu bunga. Bunga ini termasuk tumbuhan endemik di Pulau Sumatra, terutama bagian selatan (Bengkulu, Jambi, dan Sumatra Selatan). Taman Nasional Kerinci Seblat adalah daerah konservasi utama spesies ini. Bunga jenis ini, bersama-sama dengan anggota genus Rafflesia yang lainnya merupakan salah satu genus yang statusnya terancam (Endagered) akibat punahnya habitat yang mendukung kehidupannya, salah satunya karena penggundulan hutan yang dahsyat.
Bunga Raflesia ditemukan tim ekspedisi kolonial belanda di hutan Bengkulu selatan sehingga bungga dengan diameter raksasa itu dinamakan Raflesia Arnoldi( Nama orang Belanda -red).
Mungkin sebelum ditemukan tim ekspedisi Belanda itu bubga raflesia bisa saja sudah ditemukan penduduk lokal karena rutin masuk keluar hutan. Hanya saja penemuan warga lokal itu tidak terekspose.
Saat ini nama bunga raflesia Arnoldi seolah olah Mengharumkan tokoh kolonial,yang dianggap berjasa menemukan bunga raksasa sehingga terkesan membiaskan jati diri perjuangan rakyat.
“Mengharumkan Bunga Bangkai, itu mustahil”
Sang Saka Merah Putih
Sang Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan terhadap bendera Merah Putih negara Indonesia. Pada mulanya sebutan ini ditujukan untuk Bendera Pusaka, bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, saat Proklamasi dilaksanakan. Tetapi selanjutnya dalam penggunaan umum, Sang Saka Merah Putih ditujukan kepada setiap bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam setiap upacara bendera.
Bendera pusaka dibuat oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno, pada tahun 1944. Bendera berbahan katun Jepang (ada juga yang menyebutkan bahan bendera tersebut adalah kain wool dari London) yang diperoleh dari seorang Jepang. Bahan ini memang pada saat itu digunakan khusus untuk membuat bendera-bendera negara di dunia (karena terkenal dengan keawetannya) yang berukuran 274 x 196 cm. Sejak tahun 1946 sampai dengan 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI. Sejak tahun 1969, bendera itu tidak pernah dikibarkan lagi dan sampai saat ini disimpan di Istana Merdeka. Bendera itu sempat sobek di dua ujungnya, ujung berwarna putih sobek sebesar 12 X 42 cm. Ujung berwarna merah sobek sebesar 15x 47 cm. Lalu ada bolong-bolong kecil karena jamur dan gigitan serangga, noda berwarna kecoklatan, hitam, dan putih. Karena terlalu lama dilipat, lipatan-lipatan itu pun sobek dan warna di sekitar lipatannya memudar.
Setelah tahun 1969, yang dikerek dan dikibarkan pada hari ulang tahun kemerdekaan RI adalah bendera duplikatnya yang terbuat dari sutra. Bendera pusaka turut pula dihadirkan namun ia hanya ‘menyaksikan’ dari dalam kotak penyimpanannya.
Sangsaka Merah putih dijahit putri terbaik dan tercantik asal Bengkulu yang dinikahi Proklamator Indonesia Ir Soekarno.
Nama besar Fatmawati soekarno sang penjahit benderah pusaka tidak banyak yang kenal apalagi saat ini nama nama aktor antagonis lebih terkenal dari pada nama pahlawan pahlawan direpublik ini.
Jika kota Bengkulu disebut sebagai kota Merah putih mungin tidak la salah karena Fatmawati pernah tinggal di kota Bengkulu, dengan menyebut nama kota merah putih sebuah penghargaan dalam mengenang fatmawati dalam kemeredekan Republik Indonesia. (Disadur dari beberapa sumber)
Penulis : Heryandi Amin