Hampa, semua terasa hampa setelah belahan jiwa hijrah ke tanah seberang. Memang jarak Bengkuli- Jakarta tidaklah terlalu jauh hanya satu hari perjalanan menggunakan transportasi darat, dan sekitar 45 menit menggunakan jalur transportasi udara.
Tapi sejak Olivia berangkat awal Desember itu semua menjadi tak terkendali perasaan seperti mau meledak,
“Kejar,susul jangan biarkan menyesal” pikiran itu terus berkecamuk membuat hati semakin tidak nyaman,gelisah dan menderita.
Akhirnya tiga bulan setelah Olivia meninggalkan Bengkulu Akupun menyusul Ke tanah Abang, sebuah keberanian yang gila karena selama hidup aku belum pernah mengijakan kaki keluar dari pulau
Sumatera, perjalanan satu hari satu malam tak terasa dan akupun tiba di Ibukota, bermodalkan nekat kuberanikan menghentikan sebuah taksi biru bertuliskan Blue Bird dan meminta sopir mengantarkan ke kantor pusat tempat aku bekerja.
Olivia yang telah aku Hubungi pun datang bersama temannya ke kantor tempat aku bekerja, setelah bercerita hingga larut malam Olivia pulang dan rasa sepi kembali kurasa meskipun situasi disekitar ramai dan terang benderang.
Hanya satu hari aku berada di kantor tempat aku bekerja dan hari kedua aku pamit dengan alasan untuk mengunjungi kerabat, akupun berangkat ke daerah Jakarta Barat dan menyisiri alamat yang di berikan Olivia, sekali lagi keberuntungan berpihak pada ku,tidak membutuhkan waktu lama alamat pun kudapati.
Jam menunjukan pukul 14:20 Wib dan Olivia masih menjalan kan rutinitas bekerja di salah satu percetakan dan akupun harus menunggu hingga jam kerja Olivia usai.
” Nggak capek kamu Her,” ujar Olivia yang sekali sekali keluar melihat aku di depan tempat ia bekerja.
“Capek la,tapi udah Hilang Capek Aku sejak bertemu,” jawab ku sambil senyum senyum bahagia.
Penantian pun tiba,jam kerja Olivia pun usai dan kami menuju tempat penginapan sederhana, setelah mandi kamipun mencari lokasi untuk makan malam.
“Nekat kali kau Her, ke Jakarta tidak ada saudara pun disini,” ujar Olivia sambil geleng geleng kepala.
“Hahahah iya, bukan nekat tapi demi Cinta aku sampai kemari,’jawabku dan kami pun melewati malam dengan bahagia, serasa hanya kami yang bahagia malam itu.
Bahagia yang kami rasakan tidak la seperti harapan, kami pun harus berpisah.
Malam itu terakhir kami bertemu di kamar 320 lantai tiga hanya kami berdua dua mahluk yang tengah kasmaran.
“Oliv,ini ada dua cincin kau pilih yang mana, ini cincin mu yang kau tinggalkan sebelum berangkat,dan ini cincin polos bertulis nama hery,” ujar aku sambil menunjukan cincin didalam telapak tangan.
Lama Olivia melihat dua cincin emas 24 karat yang aku pegang hingga akhirnya Olivia mengambil cincin polos bertulis nama Hery, dan cincin itu aku masukan ke jari manis Olivia.
“Aku lamar kamu Oliv,”ujar aku sambil merangkul pundaknya.
“Bagaimana kita nikah,kita berbeda keyakinan” ucap Olivia dengan airmata menggenang di pinggiran matanya yang sipit.
“Entah,” jawabku singkat sambil kupeluk erat Olivia seakan tidak ingin berpisah.
Malam itu kami habiskan tanpa banyak cerita hanya saling pandang tanpa ada kalimat romantis,kami hanya diam dalam lamunan masing masing ” bagaimana kami bersatu,keyakinan kami berbeda,”
Pagi itu pukul 05:30 wib aku sudah bagun dan siap untuk berangkat karena lokasi stasiun bis yang akan berangkat ke kota Bengkulu terletak jauh dan aku tidak paham jalan menuju stasiun, hingga akhirnya aku menyewa ojek untuk mengantarkan aku ke stasiun bis,dan akupun berangkat kembali menuju kota Bengkulu.
Dalam perjalan pulang aku masih teringat isak tangis Olivia ketika aku pamit untuk meninggalkan kota Jakarta, “entah kapan kita bertemu lagi her,” ujar Olivia yang tenggelam dalam pelukan ku.
Penulis Heryandi Amin Oktober 2001
Response (1)