InfoBengkulen.com – bantuan pangan non tunai dari kementerian Sosial sejak 2019 hingga 2022 diduga menguap.
Kejaksaan Negeri Mukomuko, Provinsi Bengkulu juga telah memeriksa 40 saksi terkait dugaan korupsi berjamaah program Bantuan Pangan Non Tunai Langsung (BPNTL) tersebut.
“Dugaan korupsi ini dilakukan oknum koordinator dan pendamping program BPNTL kecamatan dengan modus menaikan harga jual pangan berakibat turunnya kwalitas Sembako yang diterima masyarakat,” kata Kepala Kejaksaan Negeri, Kabupaten Mukomuko, Rudi Iskandar,
Dikatakan Kajari Jumlah Penerima BPNTL di Kabupaten Mukomuko sebanyak 3.400 penerima.
koordinator dan pendamping memonopoli penjualan, mereka menentukan sendiri dimana masyarakat penerima bantuan ini harus berbelanja sembako.
Bantuan yang diduga dikorup itu bergulir sejak tahun 2019 hingga 2021, yang diberikan pada penerima setiap per triwulan sebesar Rp 200 ribu rupiah per kepala keluarga dalam bentuk ATM khusus dari Kementerian Sosial, yang dapat dibelanjakan di e-warung yang bertanda khsusus.
“Seharusnya penerima bantuan ini dapat belanja bebas pada e-warung manapun, namun oleh koordinator dan pendamping memonopoli menentukan dimana warga harus berbelanja,” jelas Rudi.
Setelah tempat belanja ditentukan, harga sembako dinaikan agar para koordinator dan pendamping ini mendapatkan keuntungan dari penjualan sembako.
“Misal harga beras seharusnya dijual dengan Rp 90 ribu per karung, dinaikan dengan harga Rp 120 ribu rupiah, termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan,” ujarnya.
Diduga setiap Rp 200 ribu dana yang diterima masyarakat oknum pendamping dan koordinator mengambil keuntungan rata-rata Rp 40 ribu.
Saat ini kejaksaan masih menunggu hasil perhitungan BPKP untuk menentukan jumlah kerugian negara serta berkoordinasi dengan Kementerian Sosial (Kemensos RI).
Dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 Tahun 2019 pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT.
Ia katakan dalam perkara ini setidaknya terdapat 7 orang berpotensi menjadi tersangka.
“Saya estimasikan ada 7 calon tersangka dari kasus ini,” demikian Rudi.
Terungkapnya kasus ini berawal dari keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kwalitas beras yang dijual pada e- warung, akibatnya warga menjual kembali beras tersebut dengan harga yang murah.**)