“Ayah mau kemana ?, tanya Abdurrachman anak saya setengah berteriak dari kamarnya ketika saya sudah berjalan menuju garasi. “Mau ke pameran keris”, ujar Theresia ibunya terdengar menjawab.
Sore (Sabtu, 24/12/2022) selepas ashar ditengah hujan gerimis, dari Turi Sleman, saya memacu motor menuju Ndalem Yudonegaran untuk melihat pameran dan bursa keris yang diadakan setiap bulan oleh Perkumpulan Tosan Aji Lar Gangsir.
Hanya kali ini sedikit berbeda, biasanya acara di adakan di Omah Dhuwung Cangkringan Sleman.
Bulan ini Lar Gangsir mengambil tema Jalak Cinandra Kala. Dengan demikian pameran dan bursa ini akan didominasi oleh keris Jalak.
Acara yang juga akan diisi dengan sarasehan, demo pembuatan pendok dan mendak serta lomba foto akan berlangsung selama sepekan yaitu dari tanggal 23 s.d 27 Desember 2022.
Oya sebenarnya tujuan saya ingin bertemu dengan ‘bintang’ acara itu yaitu seorang Mpu muda yang bernama Mpu Godo Priyantoko.
Sehari sebelumnya saat acara pembukaan, Mpu Godo secara khusus menyerahkan keris karyanya jenis Jalak Tilamsari Pamor Udan Mas kepada Gusti Yudo seorang kerabat keraton yang juga seorang kolektor keris yang sudah puluhan tahun konsen pada pelestarian budaya termasuk keris.
Setiba dilokasi, saya berjumpa dengan teman lama, Bung Sumitro seorang mantan aktifis mahasiswa pencinta alam yang sekarang berprofesi sebagai ahli mewarangi (proses membersihkan bilah keris dari karat dan menjadikan pamor keris menjadi terlihat jelas).
Tanpa membuang waktu saya minta Bung Sumitro untuk mempertemukan saya dengan Mpu Godo.
Diluar dugaan, ternyata Mpu Godo yang saya temui masih terlihat sangat muda, tadinya saya membayangkan seorang Mpu dengan sosok tua yang rambutnya mulai memutih.
Tapi sekalipun masih muda, ciri dan tampilan fisiknya terlihat nyentrik. Misalnya rambut panjang sebahu, kumis, jenggot dan jambang yang dibiarkan memanjang. Dilengkapi pula gigi bagian atas ompong satu menyempurnakan penampilannya.
Dibalik penampilannya yang unik, kesan saya dia lelaki humoris dan cuek. Bahkan dia lupa tahun lahirnya.
‘Kalau tidak salah saya lahir tahun 1979 atau 1980, saya lupa persisnya”, ujarnya terkekeh.
“Saya mulai mengerjakan keris baru lima bulan, tepatnya mulai 17 Agustus tahun ini”, ujar Mas Godo mulai bercerita.
Meskipun terbilang belum lama,Tapi Mpu Godo termasuk Mpu yang produktif, tidak kurang lima puluh bilah keris sudah diselesaikannya. Pamornya pun beragam ada pamor udan mas, wos utah, kulit semongko, merutu sewu, wengkon, tunggak semi dan pedaringan kebak.
Sebelumnya Mas Godo banyak mengerjakan pembuatan senjata tradisional nusantara semisal golok atau celurit berpamor.
Kebetulan di Kelurahan Kajar Karang Tengah, Wonosari dimana Mas Godo menetap mayoritas warganya berprofesi sebagai pandai besi.
Awalnya persentuhan Mas Godo dengan dunia keris ketika bertemu dengan Mas Sarjiman seorang polisi aktif yang juga bergabung dalam komunitas Lar Gangsir.
“Pak Sarjimanlah yang menemukan saya, waktu itu beliau sedang mencari pembuat alat pertanian tapi mengerti soal teknik menciptakan pamor, selanjutnya dalam seminggu beliau pasti berkunjung untuk membimbing saya dalam mempelajari ilmu tentang metalurgi (ilmu yang mempelajari sifat-sifat kimia dari logam dan cara memanfaatkan logam untuk kehidupan) saya adalah murid beliau”, ujar Mas Godo tersenyum bangga.
“Pak Sarjiman pulalah yang memberi nama belakang saya yaitu Priyantoko kalau nama Godo itu nama saya ketika masih berprofesi sebagai penjahit”, ujar lelaki yang bernama asli Supriyanto ini.
Belum lama ini Mpu Godo membangun Besalen ukuran 6×6 meter (tempat pembuatan keris) dibelakang rumahnya, dengan gaya joglo.
Disanalah Mpu Godo dibantu dua orang Panjak (pembantu Mpu) bekerja, kadang Mpu Godo dibantu oleh Galang anak lelakinya yang baru saja tamat SMK.
“Saya melihat Mpu Godo memiliki bakat dan potensi untuk menjadi Mpu besar, dia serius menekuni dunia pembuatan tosan aji, dia sangat rendah hati dan cenderung pemalu, dia tidak mau menjadikan keris tua sebagai bahan keris karena menghormati si Mpu-nya. Dia mau mengerjakan dari awal”, ujar Drs. Anusapati, MFA dosen Pascasarjana ISI Yogyakarta memberi penilaian ketika dibincangi disela-selama pameran kemaren.
“Lar Gangsir memang berupaya untuk mencari orang-orang berbakat untuk jadi
penerus budaya tosan aji semisal keris dan tombak seperti Mpu Godo”, tambah pria yang akrab dipanggil Ninus ini.
Saat ini di Wonosari ada tiga orang Mpu Keris yaitu Mpu Ngadeni yang sudah sepuh, Mpu Puryadi dan Mpu Godo. Banyak orang menduga bahwa Mpu Godo merupakan keturunan Mpu Keris terkenal di Gunung Kidul.
“Saya tidak tahu soal itu, saya hanya berniat nguri-nguri budaya (melestarikan budaya) sebab ilmu penempaan logam di nusantara mungkin lebih hebat dari teknik pembuatan pisau Damaskus yang terkenal itu”, ujar lelaki yang pernah lima tahun menarik becak di terminal Wonosari ini.
Tak terasa kami berbincang sampai pukul 22.10 WIB, saya pamit dan beringsut pulang ketika gerimis belum reda diatas Yogyakarta.
Oleh : Agustam Rachman, MAPS, Penulis, menetap di Yogyakarta.