InfoBengkulen.com,- Sekretriat Mahkamah konstitusi mengeluarkan pernyataan tegas terkait Putusan Mahkamah Konstitusi MK nomor 02 PPU XXI 2023 tentang masa jabatan kepala daerah.
Dalam surat nomor 6211/3000/AP.01.00/07/2024 tentang surat jawaban yang di tujukan untuk H Sirajudin.S.sos.
Dalam.surat tertanggal 01 Agustus 2024 itu dijelaskan putusan MK terkait masa jabatan putusan MK tidak perlu mendapatkan penafsitan ulang.
Berikut surat penjelasan Mahkamah Konstitusi terkait Putusan nomor 2 tahun 2023.
# Dengan hormat,sehubungan dengan surat dari Saudaraperihal Permohonan Penjelasan
bertanggal 8 Juli 2024, yang pada pokoknya memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memberikan penjelasan perihal ketentuan masa jabatan yang dijalani kepala daerah,
berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi
berkenan menyampaikan hal-hal scbagai berikut:
Pasal 24CAyat (1) dan Ayat(2) Undang-Undang Dasar NegaraRepublikIndonesia Tahun
1945 dan Pasal 10 Undang-Undang 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Sebagaimana telah Diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 7Tahun 2020tentang
perubahan Ketiga Atas Undang-Undang 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi RI antara lain mengadili pada
tingkat pertamadan terakhir yang putusannya bersifat final untukmenguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar:
b. Sehubungan pokok surat terkait ketentuan masa jabatan kepala daerah, Mahkamah
Konstitusi telah menjatuhkanputusan antara lain dalam Perkara Nomor. 22/PUU-VIU2009,
dengan amar antara lain menyatakan “bahwa masa jabatan yang dihitung satu periode
adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari sctengah masa jabatan”.
Perihal pemaknaan masa jabatan dimaksud, lebih lanjut pertimbangan hukum putusan
Nomor 2PUU-XXV2023 ,Paragraph [3.13.3] menyatakan “., kata “menjabat”adalah
masa jabatan yang dihitung satu periode, yaitu masa jabatanyang telah dijalani setengah
atau lebih dari masa jabatan kepala daerah. Oleh karena itu, melalui putusan a quo
Mahkamah perlu nenegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah
dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan “masa jabatan yang telah
dijalani” tersebut, baik yang menjabatsecara definitif maupun penjabat sementara.”
C. Dalam hal menurut hemat Saudara seolah-olah terdapat pertentangan antara putusan
Mahkarnah Konstitusi Nomor 2/PUU-XXIU2023 dengan Peraturan Komisi Pemilihan
Panitera Mahkamah Konsutusi Jln. Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat 10110
Adanya penegasan dari Panitera Mahkamah Konstitusi memperjelas Bupati Bengkulu Selatan Gusnan Mulyadi dan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah tidak bisa mencalonkan dan dicalonkan dalam pemilihan Kepala daerah Provinsi Bengkulu.
Sementara itu Ahli Hukun Tata Negara Indonesia Profesor Juanda tegas mengatakan dalam putusan MK sudah jelas dan tidak perlu ditafsirkan ulang.
“Saya kira tidak perlu ditafsirkan lagi bagi orang hukum yang paham bahasa peraturan perundang undangan sebagaimana yang saya sebutkan dalam pertimbangan putusan MK tadi maka jelas secara hukum yang dimaksud masa jabatan atau jabatan itu tidak membedakan antara pejabat kepala daerah definitif dengan pejabat sementara atau pelaksana tugas.
Sebenarnya dari dulu dalam arti sebelum putusan MK diputusan saya sudah menyatakan bahwa dalam kaca mata pemikiran saya sebagai ahli hukum tata negara, kasus seperti itu bukan saja di Bengkulu dalam masa jabatan Rohidin Mersyah sebagai gubernur Bengkulu yang pernah menjabat sebagai PLT gubernur menggantikan Ridwan Mukti sudah satu periode dan persoalan itu bukan hanya untuk Bengkulu melainkan berlaku di seluruh wilayah indonesia.
Dengan demikian siapapun sudah dua kali menjabat sebagai kepala daerah jelas secara hukum tidak dibenarkan mencalon diri dua kali. Kalau mau kembali mencalon diri harus merubah konstitusi dan undang undang.
Saya tegaskan kembali putusan Mk 02 PPU XXI 2023 mempertegas konsistensi putusan MK sebelumnya yang tidak membedakan penjabat sementara,pelaksana Tugas dan definitif apabila menjabat lebih dari setengah masa jabatan. Putusan itu tidak dibisa ditafsir tafsir untuk kepentingan politik subjektif elit tapi melanggar Undang Undang dan putusan MK, dan KPUD di seluruh Indonesia harus paham bahasa hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. JIka sudah jelas dan tegas bahasa norma hukum dalam suatu Undang Undang dan putusan MK maka tidak perlu lagi di tarik tarik dengan tafsir tafsir politik,..ujar Ahli Hukum Tata Negara di level nasional ini.
(Her)